Untuk yang
tersayang, Gilang Nugraha Kusuma Ardhi;
Dan untuk
mereka yang merasa dunia begitu sepi
Rabu, 4 Februari 2015
Di dawuan tidak ada hari tanpa kulihat lambaian daun padi di
sawah yang begitu asri, tenang, menyejukkan hati. Mereka bergerak bagai gelombang,
kadang kesini dan kadang kesana.
Setiap hari pasti ada saja ibu-ibu yang berteriak “jajan !!
jajan !! neng jajan neng” atau ada saja suara riang bocah-bocah kampung.
Kalau di rumahku sendiri, setiap hari tidak pernah absen
suara mama yang nyaring meneriaki kucing-kucing, ayam-ayam, dan anjing agar
mereka tidak nakal. “kamu kan udah makan tadi kenapa minta makan lagi sih? Mama
capek!” itu yang sering diucapkan mama ke mereka, benar-benar terasa bahwa
kucing, ayam, dan anjing itu bisa bicara, meriah sekali disini. Tapi juga
begitu tenang. Di sini bintangnya tidak banyak, entah kenapa. Padahal tidak ada
polusi cahaya. Entahlah aku belum belajar klimatologi. insyaAllah aku belajar
mata kuliah itu di semester 6.
Hei, bagaimana di sana?
Hei, apa kamu rindu aku? Sesibuk itukah disana? Apakah kamu
tidak sempat sama sekali berbincang denganku melalui sms saja? Beberapa sms
kontinu maksudku, bukan sms tunggal tengah malam dalam satu hari. Aku rindu
kita menertawakan hal-hal sepele bersama.
Aku tahu, aku sudah bilang aku tidak apa-apa kalau kamu
hanya sms aku sekali sehari, aku paham kamu banyak tanggung jawab disana. Iya
aku sudah bilang begitu.
Maaf aku bohong.
Tidak sempatkah kamu menelfonku? Tidak inginkah kamu
mendengar suaraku?
Tapi aku tidak berani bilang begitu. Aku takut. Aku takut
kamu marah, lalu kita bertengkar karena aku terlalu egois dan mengekang
ruangmu. Karena kita selalu bertengkar mengenai hal itu. Aku tidak mau.
Biarlah begini, aku menangis di depan layar bisu, yang
meneriakiku dengan kata-kataku sendiri untukmu.
Biarlah kau tidak tahu.
Biarlah dunia yang menyampaikannya padamu,
Entah bagaimana dia melakukannya.