Untuk yang
tersayang, Gilang Nugraha Kusuma Ardhi;
Dan untuk
mereka yang merasa dunia begitu sepi
Rabu, 4 Februari 2015
Akhirnya aku mulai menulis.
Mungkin aku memang perempuan yang bodoh pada akhirnya. Aku
berusaha mati-matian untuk meyakinkan diriku bahwa aku bisa menjalani hari-hari
penantian. Meyakinkan diriku bahwa selama hari-hari yang harus kulewati tanpa
dia akan menjadi hari-hari menyenangkan yang dapat kulalui dengan produktif.
Haha, ironis, awalnya aku berlagak bahwa aku bisa menunggunya sembari
mempersiapkan tes seleksi guru privat, atau sembari membuat rancangan Pekan
Kreatifitas Mahasiswa, atau menyibukkan diri membuat proposal untuk kegiatan
Himpunan Mahasiswa, atau, yang paling mayor dari semuanya, mempersiapkan
penelitian akhirku, dan yang sedang di depan mata yaitu memperjuangkan Rencana
Studi semester 6 yang hingga saat ini aku masih luntang-lantung belum
mendapatkan mata kuliah supporting course
yang tepat. Nihil, itu semua tidak sanggup mengenyahkan kerinduan yang
meluap-luap seperti uap air mendidih dalam bejana.
Cinta itu mengerikan. Sangat mengerikan dan potensial
membahayakan. Jika dilihat dari sudut pandang tertentu, tentu saja. Aku tidak
bermaksud membuat pernyataan yang mengandung polemik, ada faktanya.
Kembali perihal pengalihan perhatian, ya, kegiatan-kegiatan
yang kusebutkan sebelumnya itu, akhirnya sekarang aku mengakuinya sebatas
pengalihan perhatian. Sadis. Padahal sebutkan, mana dari kegiata-kegiatan
tersebut yang tidak penting? Tidak ada! Dan aku dengan mudahnya mengatakan
bahwa mereka semua adalah pengalihan perhatian. Lihat? Satu fakta bahwa cinta
itu mengerikan. Berhasil mengacaukan urutan prioritas seseorang. Aku sudah
diajarkan membuat jurnal ilmiah, berikut tahapannya, aku pun sudah belajar
menyusun rancangan penelitian, atau melakukan ekspedisi ilmiah, menyusun
prioritas seharusnya dapat aku lakukan, hal yang sangat krusial seperti itu,
menentukan langkah berikutnya dalam kehidupan dan keberhasilanku, berhasil
ditaklukan dengan lima huruf tersebut. Jujur saja, kadang aku malu menyebutnya.
Kenapa aku harus malu menyebutnya? Bukan perasaannya yang
membuatku malu, tapi keterbukaannya, membuat dunia menyimak kisahku yang
tergila-gila akan pria itu membuatku malu. Lalu kenapa aku harus menuliskannya
hingga dunia tidak memiliki pilihan lain selain menyimaknya? Karena uap air
mendidih dalam bejana itulah! Rindu, sayang, keinginan untuk bertemu, keinginan
untuk dapat mendengar suaranya, keinginan untuk dapat melihat sosoknya,
semuanya itu membuncah, memaksaku untuk menulis. Jangan anggap remeh aku, atau
jangan anggap aku orang yang tidak belajar menahan diri. Satu lagi fakta bahwa
cinta itu mengerikan. Dia berhasil membuatku menuliskan ini semua, ketika di
saat yang bersamaan aku pun malu menuliskannya. Di saat yang bersamaan pula lah
ia merengek, memanja, memaksa, memintaku untuk memperlihatkan pada dunia,
betapa aku mencintainya.
Aku tidak sanggup mengatakan padanya semua tulisan-tulisan
ini, tapi aku ingin dunia yang menyampaikannya.
Lihat, betapa mengerikannya.
Ia berhasil membuatku sebegini gila mencintainya.
0 komentar:
Posting Komentar